Perjalanan Literasi Finansialku (Bagian 2)

Beberapa minggu yang lalu, aku pernah nulis tentang literasi finansial dari point-of-view ku.

Baca di: Perjalanan Literasi Finansialku (Bagian 1)

Kali ini aku mau melanjutkan dengan membahas 3 poin: (sedikit tentang) investasi, dana darurat, dan dana pensiun.


Pertama Kali Paham Hubungan Profil Risiko, Pemilihan Instrumen Investasi dan Tujuan Finansial

Menurut mbak Prita Ghozie, financial planner, produk keuangan itu ada 3: tabungan (saving), asuransi (protection) dan investasi (investment).  Di post bagian 1 kemarin, tulisanku didominasi tentang instrumen investasi. Bukan karena apa-apa, tapi lebih karena investasi adalah produk keuangan pertama yang membuat aku tertarik untuk belajar finansial.

Kali ini, aku masih akan menyinggung sedikit tentang investasi. Jangan bosen ya. Karena aslinya kalau mau dikulik tentang investasi ini akan panjaaaaang banget.

Kalau dipikir-pikir, aku belajar investasi ini dengan learning by practice alias langsung nyoba aja gitu.

Ibaratnya ada kolam, nah aku langsung nyemplung nih buat renang. Setelah capek kecipak-kecipuk, keluar dari kolam, terus baru deh baca teori cara berenang itu gimana.

Nah sama juga dengan perkara investasi. Pertama aku langsung nyoba beli Reksadana Pasar Uang, eh kok cuan (untung,-red). Lalu aku nyobain beli reksadana lain. Pas nyobain reksadana saham, lho kok malah rugi sih? Kok jumlah uangku turun banyak banget?.

Barulah aku nemu teorinya. Bahwa investasi nggak sekadar “naruh uang” terus uangnya jadi “beranak pinak”. Investasi juga ada ilmunya yang perlu kita tahu.

Pertama, kita perlu tahu profil risiko. 

Secara garis besar, profil risiko investor itu ada 3: konservatif, moderat, dan agresif.

Profil risiko itu ibaratnya.... seberapa siap kita menghadapi risiko jika investasi kita nilainya turun alias rugi?.

1. Profil risiko Konservatif 

Berarti kesiapan menghadapi risikonya kecil, siap untung tapi nggak siap rugi (kasarannya). Biasanya konservatif cenderung memilih instrumen investasi yang stabil, berisiko rendah, bahkan kalau bisa tidak berisiko sama sekali. Nggak masalah sebenarnya, tapi perlu disadari kalau investasi kita risikonya rendah, maka keuntungannya juga rendah. Low risk, low return. 

Contoh instrumen investasi yang cocok untuk konservatif: Deposito, Reksadana Pasar Uang (RDPU), Emas (untuk jangka panjang).

RDPU Tingkat Risiko Rendah, Grafiknya Selalu Naik Menandakan Ada Pertambahan Nilai


2. Profil risiko Moderat

Moderat ini berarti di tengah-tengah, siap menghadari risiko tapi bukan risiko yang sangat besar. Moderat bisa mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi daripada konservatif, tapi juga bersiap karena ada risiko kerugian karena fluktuasi nilai.

Contoh instrumen investasi untuk moderat: Reksadana Campuran, Obligasi, Sukuk, saham bluechip, dll.

Reksa Dana Obligasi Risiko Sedang, Grafik Naik Turun Menandakan Ada Fluktuasi Nilai


3. Profil risiko Agresif.

Agresif berarti menginginkan keuntungan yang tinggi dan siap menghadapi risiko yang tinggi juga. Kebalikan dari konservatif, agresif ini high risk, high return. Keuntungan berbanding lurus dengan risikonya.

Contoh instrumen investasi untuk agresif: Reksadana Saham, Saham, Forex, dll.

Reksadana Saham Risiko Tinggi. Grafik Naik Turun dengan Ekstreme.


Dari 3 profil risiko di atas, menurutku aku termasuk moderat. Aku inginnya dapat untung yang lumayan, ada risikonya nggak apa-apa deh, tapi risikonya sedikit aja.

Nah, kalau udah tahu profil risiko kita, baru deh kita pilih instrumen investasi yang cocok. Kalau profil risikonya konservatif, ya pilih instrumennya RDPU, misalnya. Jangan profil risikonya konservatif tapi pilih saham. Kalau pas market saham lagi anjlok, bisa-bisa stres :(

Pertanyaannya, ada nggak instrumen investasi yang low risk, high return?.

Hmmmm.... monmaap, Anda mau saya sleding?.

Kalau mau yang kek begitu, coba nikah sama crazy rich Surabayan aja. Wqwq.

Atau ini. 

Ada yang bilang, investasi leher ke atas adalah investasi yang paling baik. 

Kata UNY juga, pendidikan adalah investasi peradaban.

Mau dapat high return yang se-high-highnya, yaa dengan meningkatkan kualitas diri. Tsah.

Tujuan Finansial

Selain mengetahui profil risiko, kita juga perlu mengetahui tujuan finansial kita tuh apa sebelum memilih instrumen investasi.

Tujuan finansial tuh apa ya, hmmm..... Ini kalik ya gampangnya, kita ngumpulin uang ini tujuannya mau buat apa? Perlu berapa banyak?. Perlu dicapai dalam jangka waktu berapa lama?.

Tujuan finansial masing-masing orang bisa beda-beda. Ada yang punya tujuan finansial: menikah punya rumah, lanjut S2, berangkat haji, beli mobil, dll. 

Tujuan Finansial yang Aku Buat di Aplikasi Bibit


Setelah punya tujuan finansial, kita bisa memetakan berapa lama tujuan kita itu akan kita capai. Misal:

Tujuan Finansial: Menikah

Dana yang ingin dikumpulkan Rp 50.000.000 dalam jangka waktu 2 tahun.

Kalau sudah tahu tujuan finansialnya seperti di atas, terus kita bisa memetakan: 

Oo berarti tiap bulan minimal harus menyisihkan uang Rp 1.000.000 lalu dimasukkan ke instrumen investasi biar nilainya nggak tergerus inflasi. 

Karena targetnya 2 tahun berarti termasuk jangka pendek, berarti pilihnya instrumen investasi RDPU yang risikonya rendah. Kenapa?. 

Biar nilainya selalu naik, jadi pas dananya perlu diambil nilainya juga naik, nggak turun.

Beda lagi kalau tujuan finansialnya untuk pensiun. Karena waktunya dalam jangka panjang, kita bisa pilih instrumen saham?. Kenapa?. 

Karena returnya lebih tingi dan diambilnya masih lama, jadi kalaupun sekarang nilainya sedang turun akan ada masa untuk bounce back lagi (asal beli sahamnya yang punya fundamental keuangan jelas, bukan saham gorengan).

Endesbre.

Pertama kali mengenal Dana Darurat

Beralih dari investasi, sekarang kita ngomongin produk keuangan lain yaitu Tabungan atau Saving. Kalau tabungan biasa, aku yakin udah banyak yang tahu. Kalau kali ini tentang Dana Darurat.


By definition, Dana Darurat beda dengan saving sih. Tapi menurutku, Dana Darurat mendekati untuk masuk kategori saving. Kalau salah tolong dikoreksi ya.

Waktu pertama kali aku dengar tentang Dana Darurat, kok seram sih, ada darurat-daruratnya. Gimana maksudnya tuh dana kok darurat?.

Jadi kepo deh. 

Sederhananya, dana darurat adalah dana yang kita simpan untuk kondisi darurat yang sifatnya mudah diambil sewaktu-waktu

Kondisi darurat di sini bisa macam-macam, misalnya: keluarga jatuh sakit, berhenti dari pekerjaan, rumah bocor, motor mogok perlu diservis dan kebutuhan tidak disangka-sangka lainnya yang sifatnya mendesak. (That’s why penting juga ada asuransi/Protection)


Dana darurat rame banget diomongin terutama di masa pandemi sekarang. Ketika banyak orang yang di-PHK, kehilangan pekerjaan, atau usahanya tidak berjalan seperti di masa normal. Keberadaan dana darurat terasa begitu penting. Kalau kita nggak punya uang yang kita simpan di kondisi darurat gini, terus gimana?. Bisa-bisa kita jadi harus pontang-panting cari uang kan.

Berapa dana darurat yang perlu kita punya?

Katanya sih... secukupnya. Kita ngerasa cukupnya berapa. Ilustrasi dari mbak Ligwina Hananto gini. Misal kita berhenti dari kerjaan. Selama kita nggak kerja, kita jadi nggak punya pendapatan, padahal pengeluaran tetap mengalir terus. Nah dana darurat inilah yang dipakai untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran kita ini sampai kita kerja lagi dan punya pendapatan lagi. Jadi, seberapa cukupnya.

Tapi ada juga yang punya rumus alokasi minimal untuk dana darurat, kayak gini:

Bagi yang single (belum berkeluarga): minimal 3 kali pengeluaran per bulan

Misalnya, si A single. 

Pendapatan dia per bulan: Rp 3.000.000

Pengeluaran dia per bulan: Rp 2.500.000

Maka, dana darurat dia minimal sebesar: 

3 x pengeluaran per bulan

= 3 x Rp 2.500.000

= Rp 7.500.000

Bagi yang berkeluarga belum punya anak: minimal 6 kali pengeluaran per bulan

Misalnya, si B sudah menikah tapi belum punya tanggungan anak.

Pendapatan per bulan: Rp 5.000.000

Pengeluaran per bulan: Rp 4.000.000

Maka, dana darurat dia minimal sebesar:

6 x pengeluaran per bulan

= 6 x Rp 4.000.000

= Rp 24.000.000


Bagi yang berkeluarga dan punya 1 anak: minimal 12 kali pengeluaran per bulan

Bagi yang berkeluarga dan punya 2 anak: minimal 18 kali pengeluaran per bulan

Dan seterusnya...


Dana darurat disimpan di instrumen apa?.

Karena dana darurat harus mudah diambil sewaktu-waktu, maka penting memastikan kita menyimpan dana darurat di instrumen yang: aman, risiko rendah, dan likuid (mudah dicairkan). Kita bisa menyimpan dana darurat di tabungan khusus (yang tidak untuk diutak-atik), Reksadana Pasar Uang (karena stabil dan cukup likuid), sepertinya emas juga bisa (walaupun jika belum disimpan dalam waktu lama cenderung rugi, tapi jika dalam waktu lama emas cukup likuid dan risiko rendah).

Sejak tahu pentingnya dana darurat, sekarang setiap bulan aku mulai menyisihkan sebagian penghasilan bulanan untuk dialokasikan menjadi dana darurat ini. 


Pertama Kali Memikirkan Dana Pensiun

Emang perlu ya mikirin dana pensiun?. Kan masih lama banget.

Pemicu pertama yang bikin aku kepikiran tentang dana pensiun justru adalah... bang Radit (Raditya Dika). Hehe. Aku lupa videonya bang Radit yang mana, pokoknya di video itu bang Radit ngomongin tentang keuangan, dan ada bahasan tentang pensiun juga. Dari situ aku mikir, oh iya juga ya, nantinya kalau dikasih umur panjang, kita akan memasuki masa tidak produktif juga. Kita nggak akan selamanya bisa kerja menghasilkan uang kan. Berarti perlu dana untuk tetap bisa menghidupi selama masa pensiun dong.

Walaupun aku PNS yang nantinya akan dapat dana pensiun (aamiin). Tapi keluarga besarku kebanyakan kerja mandiri. Kalau nggak menyiapkan dana pensiun, memang akan sanggup kerja sampai kapan?. 

Kalau besok tua udah nggak kerja, terus penghidupannya dari mana?. 

Mengandalkan anak?. Iya kalau anaknya bisa diandalkan, kalau enggak?.

Kalaupun bisa mengandalkan anak, nantinya si anak akan terseret dalam lingkaran sandwich generation dong. Kapan selesainya.

Karena itulah, aku sendiri mulai utak-atik untuk menyisihkan anggaran tiap bulan untuk masuk ke dana pensiun nih. Kemarin nonton video di Youtube Felicia Putri Tjiasaka tentang dana pensiun, di situ dia juga jelasin gimana cara menghitung dana pensiun. 


Belajar tentang finansial dari mana?

Aku pribadi belajar dari berbagai sumber. Sekarang banyak banget konten YouTube ataupun podcast di Spotify yang membahas tentang finansial. Bisa pilih mana yang paling cocok buat kita.

Favorit aku: podcast Belajar Bareng Finance (Yudha Baskara), beberapa podcastnya bang Radit (Raditya Dika), Ligwina Hananto, Prita Ghozie, YouTube Felicia Putri Tjiasaka, dll.


Padahal udah sampai bagian 2, tapi kayaknya masih ada yang ingin aku tulis deh. Next post aku akan tulis tentang belajar Financial Planning. Nggak dibaca juga nggak apa-apa kok. Xixixi.


Gif from: Tenor.com

Post a Comment

0 Comments