Perjalanan Literasi Finansialku

Sebenarnya aku agak menyesal kenapa terlambat mengenal literasi finansial. Literasi finansial, literasi keuangan, you name it. Literasi finansial di sini aku artikan sebagai pemahaman dan keterampilan untuk mengelola uang. Itu aja

Aku baru melek tentang finansial di usia 22 tahun, posisi ketika sudah bekerja. Menurutku, ini termasuk terlambat karena sebelumnya aku merasa nggak tahu apa-apa tentang keuangan, bahkan sekadar pengaturan keuangan untuk diri sendiri.  Tapi ya sudahlah ya, sekarang waktunya mengejar ketertinggalan. 

Gif from Tenor.com


Pertama Kali Mengenal Inflasi 

Jalanku mengenal literasi finansial masih aku ingat betul. Hari itu hari Sabtu di tahun 2016. Aku bersiap untuk ikut event blogger di Dixie Gejayan. Ini adalah pertama kalinya aku ikut acara Komunitas Blogger Jogja (setelah diajakin mas Priyo gabung grup Facebooknya). Nervous ketemu orang-orang baru, kikuk. Untungnya ada Akhi, mbak Mega dan mas Priyo yang juga ikutan.

Event kali itu diadakan bersama dengan Manulife. Poin utamanya adalah Manulife memperkenalkan tentang layanan reksadana mereka (aku nggak lagi content placement kok ini). Tapi selain itu, mereka juga memberi pengantar tentang finansial yaitu: inflasi yang hubungannya dengan kenapa hanya menabung bukanlah suatu langkah yang bijak, dan pentingnya investasi

Ya, itu adalah kali pertama aku paham tentang definisi inflasi. Selama ini aku hanya kerap mendengar istilah inflasi saja, tanpa mengerti apa maksudnya.

Waktu itu dikasih penjelasan yang sederhana tentang inflasi kurang lebih kayak gini:

Dulu uang Rp 5.000 bisa buat beli bakso semangkok. Kalau sekarang apakah bisa?. Enggak, uang Rp 5.000 nggak cukup untuk beli bakso karena sekarang harganya sudah Rp 10.000.

Begitu juga dulu punya uang Rp 100.000 rasanya udah banyak banget, bisa buat beli macam-macam barang. Sekarang punya uang Rp 100.000 rasanya nggak terlalu banyak, hanya bisa untuk beli barang terbatas karena harga barang-barang sudah naik.

Itulah inflasi. Penurunan nilai uang. Besaran uangnya sama tapi nilainya turun, sedangkan harga barang-barang naik menjadi lebih mahal. 

Pic from Google, keyword “Ilustrasi Inflasi”. Copyright to owner.



Pertama kali mengenal Reksadana

Kemudian dijelaskan bahwa menabung aja nggak cukup. Bisa-bisa uang yang kita simpan nilainya terus-terusan tergerus inflasi. Belum lagi kalau menabung di bank tiap bulan ada potongan administrasi. Makanya kita perlu untuk investasi.

Instrumen investasi ada banyak. Salah satunya yaitu: reksadana. Pemateri menjelaskan lebih lanjut tentang reksadana sekaligus mengenalkan produk reksadana dari Manulife. Ini juga kali pertama aku tahu tentang reksadana. Sejujurnya waktu itu aku skeptis, karena masih takut sama kata-kata investasi. Apalagi investasi ke suatu hal yang aku nggak paham. Parno gitu lho bawaannya. Kan sering tuh ada berita penipuan-penipuan berkedok investasi. 

Waktu itu aku mikirnya, “Ya iyalah bilangnya yang bagus-bagus, kan mereka lagi jualan produknya”.

Ais ais ais. Buruk sangka kali aku. Hihi. Jangan ditiru.

Pertama kali membeli Reksadana

Beberapa bulan setelah acara blogger bersama Manulife, aku ikut kegiatan bertema Literasi Finansial lain. Dari situ aku mulai lebih mantap untuk berinvestasi. Aku pun mencoba daftar reksadana dari Manulife. Tapi karena satu dan lain hal yang lebih disebabkan ketidaktahuanku, aku nggak paham cara pakainya. Ya sudah, aku tinggalkan sebelum sempat mulai. Alih-alih memulai investasi, aku nabung dulu untuk biaya nikah tahun depan (tahun 2017). Ihik.

Singkat cerita, barulah sekitar bulan Mei tahun 2019, aku coba beli reksadana pertamaku di Tokopedia. Lho, kok jadi Tokopedia?.  

Karena aku baru tahu ternyata di Tokopedia bisa beli reksadana. Ternyata caranya simpel pula. Langsung deh cobain.

Pertama kali aku beli reksadana seharga Rp 20.000. Ya amplop, receh banget. Terus setiap hari aku cek, eh kok ada tambahan saldo (walaupun cuma berapa rupiah). Maklum, reksadana di Tokopedia kan reksadana pasar uang (RDPU) yang risikonya rendah, jadi cenderung naik terus setiap hari. 

Sebagai newbie, aku ngerasa senang, jadi aku top-up terus reksadananya. Tiap ada uang “nganggur”, aku masukin ke reksadana. Semakin banyak saldo reksadana kita, semakin banyak juga dong saldo keuntungannya. Ini nih yang bikin semangat.

Berawal dari beli reksadana di Tokopedia ini, aku jadi cari-cari info tentang reksadana. Ternyata reksadana di Tokopedia termasuk sangat sangat sederhana. Cuma ada 2 pilihan reksadana di sana, itupun RDPU semua. Sampai akhirnya aku nonton video YouTube yang merekomendasikan aplikasi reksadana Bareksa dan Bibit. Aku coba deh keduanya.

Sejauh ini, aku prefer beli reksadana di aplikasi Bibit karena satu dan lain hal. Setelah +- 1 tahun belajar reksadana, sekarang aku punya portofolio reksadana pasar uang (RDPU), reksadana pendapatan tetap (RDPT), dan reksadana saham (RDS).

Tampilan aplikasi Bibit

You know what, sekarang reksadana menjadi salah satu instrumen investasi favoritku.  

Pertama Kali Membeli Emas Batangan

Sejak kecil aku diajarin mama, “Kalau punya uang mending dibeliin emas”.

Kata Mama, daripada uang dibeliin baju cuma bakal nggak kepakai, dibeliin makanan cuma bakal jadi kotoran, mending dibeliin emas. I learn it, and got the point.

Sayangnya, Mama hanya memperkenalkan aku ke emas perhiasan macam cincin, gelang, kalung, dsb. Padahal kalau investasi kok belinya emas perhiasan, jatohnya lebih banyak ruginya karena potongannya lebih besar, jadi nilainya juga berkurang lebih banyak. Kalau beli emas untuk investasi, ya pilih emas batangan.

Orang yang mengajari aku tentang investasi emas (batangan) adalah mas Priyo. Tips investasi emas dari mas Priyo nih ya:
1. Beli emas yang Antam, jangan emas lain. Walaupun harga emas Antam lebih mahal, tapi kualitas dan modelnya lebih bagus. Harga jual kembalinya juga lebih stabil.

Kiri emas Antam, kanan emas Semar. Terlihat kan modelnya berbeda.

2. Beli emas di butik Antam langsung kalau nggak di toko emas terpercaya. Sejauh ini aku seringnya beli di toko emas Semar Nusantara.

3. Beli emas batangan sebaiknya yang 5 gram dan 10 gram. Kenapa?

- Kalau beli yang di bawah 5 gram (1/2/3 gram), hitungannya lebih mahal karena biaya cetaknya lebih tinggi, padahal harga jualnya sama. 

Gini, misal 
Harga beli emas 1 gram: Rp 999.000
Harga beli emas 5 gram: Rp 4.775.000 (berarti harga per gram hanya Rp 955.000)

Harga jual emas per gram: Rp 924.000

Kalau langsung dijual, jadi gini

Harga jual emas 1 gram: Rp 924.000 
Rugi: Rp 999.000 - Rp 924.000 = Rp 75.000 
Kerugian per gram: Rp 75.000

Harga jual emas 5 gram: 5 x Rp 924.000 = Rp 4.620.000
Rugi: Rp 4.775.000 - Rp 4.620.000 = Rp 155.000
Kerugian per gram: Rp 155.000/5 = Rp 31.000

Nah kalau kita jual, kerugian jual emas 1 gram lebih banyak daripada kerugian jual emas 5 gram. Cmiiw.

- Sedangkan kalau beli yang di atas 10 gram, memang kerugiannya akan semakin kecil, tapi masalahnya lebih susah untuk dijual. 

Gitu deh.

Aku juga pernah nyoba investasi tabungan emas, tapi karena (lagi-lagi) satu dan lain hal, nggak aku lanjutin. Masih ada 1 gram tabungan emas di Pegadaian Digital tapi aku sebel karena nomor rekeningku nggak kedetek, jadi aku nggak bisa jual via aplikasi. Kalau mau jual harus ke Pegadaian dulu. Ribet ah.

Menurutku investasi emas emang paling “aman” karena jelas ada barangnya. Tapi kata kak Felicia Tjiasaka, emas itu bisa naik harganya karena kepercayaan orang-orang. Emasnya kan diam aja, ibaratnya nggak ngapa-ngapain, tapi nilainya naik. I can’t disagree.

Btw, harga emas naik banyak banget tahun ini. Huhu. Ngumpulin duit buat belinya jadi lebih berat.

Pertama kali mengenal Investasi Bodong dan Saham

Di atas tadi aku sempat singgung sedikit tentang ikut acara literasi keuangan. Setelah aku buka-buka feed IG, aku nemu postinganku tentang acara ini yaitu pada bulan November tahun 2016. Acara ini diselenggarakan oleh OJK. Aslinya acara ini untuk mahasiswa, tapi aku ikutan aja, mumpung masih punya KTM. Mana ternyata pas sampai venue ketemu Eka, yang jadi panitia. Wkwk.

Dokumentasi pas ikut acara Literasi Keuangan dari OJK x UNY


Isi acaranya bagus banget lah. Terutama aku jadi lebih aware tentang investasi bodong dan saham.

Kecenderungan yang terjadi di masyarakat saat ini yaitu:
1. Golongan yang takut dengan kata investasi karena nggak paham investasi itu apa
2. Golongan yang nekat berinvestasi tanpa paham bentuk investasinya sehingga kemudian malah terjerumus ke investasi bodong.
3. Golongan yang sudah paham literasi finansial, tahu tentang investasi, dan telah memulai investasi.

Sayangnya, yang masuk golongan 1 dan 2 lebih banyak daripada yang masuk golongan 3.

Jadi gini, banyak orang yang tergiur ikut investasi (bodong) karena diiming-imingi keuntungan yang besar tanpa mempelajari terlebih dahulu dari mana dan bagaimana caranya kok bisa dapat keuntungan segitu. Makanya literasi finansial itu perlu biar kita tahu. Minimal, jangan sampai bisa terjebak investasi-investasi bodong yang merugikan itu.

Prinsip yang harus kita pegang: keuntungan investasi berbanding lurus dengan risikonya. 

Kalau mau untung besar, kita harus menyadari kalau risikonya pasti besar juga. 
Kalau mau risikonya kecil, ya harus terima kalau keuntungannya kecil. 
Konyol namanya kalau kita mengharapkan untung besar tapi risiko kecil. 

Lalu yang menarik tentang saham nih.

Jujur-jujuran, aku tuh dulu memandang saham sebagai sesuatu yang “wah” banget. Saham tuh identiknya dengan orang kaya. Yang bisa beli saham cuma orang kaya. Saham itu riba. Lah.

Baru di acara itu aku dapat pencerahan tentang saham. 
- Siapa saja bisa beli saham. Buat saja dulu rekening saham di bank sekuritas. Dulu beli saham minimal 500 lembar, sekarang minimal hanya 100 lembar. Membuat saham lebih terjangkau.
- Dengan membeli saham berarti kita ikut ambil bagian dalam kepemilikan suatu perusahaan (walaupun 0,00 sekian persen). Daripada hanya menjadi konsumen produknya, sekalian investasi di perusahaannya dong.
- Saham adalah instrumen investasi yang aman (walaupun risikonya besar). Investasi saham cocok untuk jangka panjang.

Aku pengen sih nyoba beli saham. Sayangnya masih terkendala untuk buat rekening saham (karena nggak sempat-sempat, di Magelang nggak ada bank sekuritas yang aku pengen, harus ke Solo dulu). Sudah coba buat rekening saham secara online di IPOTGO entah kenapa nggak berhasil. 

Segitu dulu deh post kali ini. Aku memang baru newbie soal investasi investasi gitu. Masih harus banyak belajar. Kalau ada salah, mohon koreksinya ya kakak-kakak.

Mohon masukan juga karena masih banyak instrumen investasi lain yang belum aku coba karena belum paham. Kayak: deposito (tapi memang kurang tertarik), P2P lending, sukuk, ori, dll.

Btw, post ini masih akan ada lanjutannya lho. Finansial kan luas ya nggak hanya seputar investasi. Di post selanjutnya aku akan cerita tentang pertama kali kenal Dana Darurat, Pos Anggaran, Profil Risiko, Tujuan Finansial, dan Dana Pensiun.

Post a Comment

0 Comments