Bisa Nggak Ya Beli Rumah?

Sejak awal Juni lalu, aku sama suami mulai memberanikan diri untuk cari-cari tanah atau rumah . Dan belum dapat sampai sekarang. Aku tahu nyari rumah tuh nggak gampang. Aku juga tahu harga tanah atau rumah mahal. Tapi nggak nyangka akan sesulit dan semahal ini. 



Padahal aku cari properti di daerah deket rumah mama papa yang notabene masuk kabupaten dan nggak “kota-kota” amat. Kalau cari yang di daerah kota, ya harganya lebih gila-gilaan. 

Sejauh ini aku baru cari-cari lewat internet sih, mulai dari grup Facebook, OLX, aplikasi rumah BTN, dan lainnya. Pada satu waktu, aku nemu rumah yang dari deskripsinya cocok. Ya udah tuh, aku sama suami kemudian ngontak yang pasang iklan dan langsung nyamperin ke lokasi. Rumahnya cukup strategis, dekat jalan besar di Secang, akses gampang, nggak terlalu jauh juga dari sekolahku. Rumahnya memang bagus sih, sesuai dengan yang di foto. Sayang harganya over the budget, nggak terlalu luas, dan depan kuburan!. Huhu.

Balada cari rumah tuh emang adaa aja ya. Katanya cari rumah itu kayak cari jodoh. Rumahnya luas, harganya terjangkau, tapi lokasinya jauh. Rumahnya bagus, lokasinya cocok, harganya tinggi bet. Belum sanggup akutu bayangin bayar cicilannya.


Aku menerima banyak nasihat, mending cari tanah aja nanti bangun rumah sendiri. Jatuhnya lebih murah daripada beli rumah (yang udah jadi). Selain itu kita juga bisa pilih bahan bangunan yang bagus biar awet, soalnya kalau beli rumah jadi kita nggak tahu gimana kualitas bahan bangunan yang dipakai sama developer. Pondasinya gimana, temboknya gimana, pilarnya gimana, atapnya gimana, dll. 

Masalahnya nih, nggak hanya cari rumah yang susah, cari tanah juga sama susahnya. Karena rumah akan kita tempati dalam jangka waktu yang lama, sebisa mungkin aku sama suami ingin dapat yang mendekati kriteria ideal kita. Contoh: lokasinya bisa dilewati kendaraan roda 4, luasnya cukupan, daerahnya nyaman, dsb. 

Banyak faktor ini-itu yang perlu kita pertimbangkan. 

Fenomena Bubble

Aku pernah baca thread di Twitter. Lalu baca reply-reply-annya dan nemu komentar yang mencengangkan. Nggak tau deh ya ini beneran atau hanya rumor tapi lumayan makes sense sih. Jadi ada yang bilang gini.

Misal A jual rumah, dibeli oleh B. B ini orang kaya dan udah punya rumah juga. Dia beli rumah dari A sebagai investasi aja, bukan untuk ditempati. Oleh B, rumah dari A dijual lagi, dan yang membeli adalah C. Sama seperti B, si C juga orang kaya yang ingin menjadikan rumah tersebut sebagai investasi, bukan untuk ditinggali sendiri. Rumah tersebut kemudian disewakan, atau dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi juga. 

Akhirnya terjadi looping jual beli rumah justru hanya antar orang kaya -yang nggak butuh rumah itu tadi. Imbasnya harga rumah jadi naik terus dan kelas menengah yang sebenarnya perlu rumah sebagai tempat tinggal justru terengah-engah. Nggak mampu ngikutin harga rumah yang nggak masuk akal gitu. 

Fenomena ini yang kemudian disebut bubble (gelembung). Correct me if I’m wrong ya. Harga (rumah) naik terus dengan asumsi semahal apapun tetap akan ada yang beli. Sampai akhirnya harga terlalu tinggi, nggak ada yang mampu beli dan .... duar. Bubble- nya pecah. Harga rumah malah akan drop. 

Aku pernah baca, fenomena bubble dengan case yang berbeda juga pernah terjadi di Amerika Serikat. Malah fenomena bubble di sana sampai menyebabkan krisis moneter pada tahun 2008. 

Aku jadi penasaran, akankah bubble harga rumah di Indonesia, atau Magelang pada khususnya, juga bisa pecah suatu saat nanti?.

Aku percaya harga properti terus naik itu wajar, namanya juga ada inflasi. Tapi kenaikannya harus berdasarkan nilai dari properti tersebut dong, bukan dari asumsi. Kalau kenaikan harga properti nggak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi, terus siapa yang bisa beli?.

Kadang aku mikir, apakah harga properti yang mahal atau akunya yang nggak mampu ya?. 
I’m sorry, it’s just my 2 cents.

Post a Comment

1 Comments

  1. Kondisi pandemi seperti ini, paling enak liat Properti-properti yang keren, siapa tau nanti ada rejeki bisa beli ya kak

    ReplyDelete